Teropongjateng, Wonogiri– Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah membangun 1.141 embung, selama periode 2014-2022. Bagaimana kabarnya embung - embung tersebut dan bagaimana perannya dalam puncak panas ekstrem saat ini.
Coba kita tengok satu di antaranya Embung Doya, di Desa Gambirmanis, Pracimantoro, yang sejak dibangun pada 2018. Keberadaan embung ini ternyata telah mencukupi kebutuhan air bagi 450 kepala keluarga.
Suharno, warga Dusun Galo, Gambirmanis, menjadi saksi sekaligus pengguna air embung. Menurutnya, sebelum dibangun menjadi embung permanen, di lokasi tersebut ada sebuah telaga. Namun, kondisinya jauh dari layak. Setiap tahunnya, tampungan air di telaga hanya bertahan maksimal sampai Maret. Selanjutnya mulai April telaga tersebut sudah kering kerontang.
Setelah direvitalisasi oleh Pemprov Jateng, sepanjang tahun selalu tersedia air. Warga dapat memanfaatkan tampungan airnya untuk berbagai keperluan.
Baca Juga: Jangan Ada Satupun Benda Cagar Budaya Yang Hilang Dari Museum Nasional Indonesia
“Saya biasanya ambil air di embung empat kali sehari. Untuk minum, untuk ngombor sapi, juga untuk menyiram tanaman,” ujarnya.
Menurut Suharno, kondisi itu jelas berbeda ketika embung belum dibangun oleh pemerintah. Untuk pemenuhan air saat kemarau, warga harus merogoh kocek sebesar Rp120 ribu guna membeli air dalam tangki.
“Kalau keluarga besar, sebulan beli dua kali. Kalau keluarga kecil, ya sekali sebulan beli tangki airnya,” ungkapnya.
Baca Juga: Bobol 2-0 , PSIS Kalah Melawan Persis Solo
Hal serupa diungkapkan Sumarno. Menurutnya, embung ini menolong keluarganya bertahan kala kemarau tiba. Sebagai petani musiman, ia kerap kali memutar otak bila kemarau tiba.
“Nah kalau ada air dari embung kan tidak bayar. Tinggal ke sini membawa ember ditumpangkan motor, bisa dapat air. Beli tangki Rp120 ribu, nah kalau kita tak ada penghasilan mau jual apa?” cerita Sumarno.
Sumarno mengungkapkan, tidak ragu mengonsumsi air dari embung. Karena sumbernya berasal dari hujan. Selain itu, pengaplikasian membran pada dasar embung juga menghindari cemaran zat kapur.
Baca Juga: Tiga Ribu Apem Keong Emas Dibagikan Dalam Budaya Saparan Boyolali
“Untuk diminum, kan tidak ada zat kapurnya. Untuk sapi juga. Mencuci dan sebagainya. Kalau sekarang juga sudah ada PDAM, tapi itu juga harus bayar, per (meter) kubik Rp9 ribu. Kalau dari embung tak bayar,” urainya.
Artikel Terkait
Selama Kemarau Kasus Infeksi Saluran Pernafasan Akut Di Kota Semarang, Naik Drastis
Sebagai Dampak Kemarau,Ketika Mata Mulai Kering, Segera Tetesi Dengan Obat
Kemarau Membuat Panenan Madu Liar Di Hutan Wonosobo Turun
3 Tips Kewaspadaan Berkendara Di Musim Kemarau. Salah satu Resiko Kecelakaan
Umbul Senjoyo Masih Mampu Mengalir Ditengah Kondisi Kemarau