Teropongjateng, Salatiga- Suasana kegembiraan, kekreatifan, dan kehangatan budaya telah menghiasi Timo Fest, Sokowolu Culture Exhibition, yang berlangsung dalam periode lima hari, mulai tanggal 13 hingga 17 September di desa Sokowuku Getasan Salatiga Jawa Tengah
Tema tahun ini, "Bermain Seni Bersama Rakyat," telah menjadikan Timo Fest sebagai bagian yang tak terpisahkan dari perayaan tradisi saparan yang telah lama menjadi warisan di masyarakat Dusun Sokowolu.
Para pemuda setempat yang tergabung dalam Tiamo Nature dengan dukungan yang kuat dari Yayasan Omah Owah dan organisasi SeBUMI (Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia), serta bantuan komunitas-komunitas lokal seperti Soramata, Akar Merdeka, Sanggar Kalangan, Salatiga Street Punk, RTAR dan BAKAR, Timo Fest berhasil menghadirkan pengalaman saparan yang mengesankan dan berbeda dari tahun sebelumnya.
Baca Juga: World Clean Day, Puluhan Masyarakat Bersihkan Taman Budaya Tirtonadi
Festival ini dibuka dengan kegembiraan yang luar biasa, diwarnai oleh penampilan menakjubkan dari anak-anak Dusun Sokowolu yang menampilkan tarian tradisional yang memukau. Pengunjung juga dapat menikmati pasar gratis yang menyediakan pakaian layak pakai, alat tulis, dan buku di area festival. Selain itu, pameran seni yang mengesankan yang menampilkan karya dari empat komunitas lokal, yaitu SeBUMI, Akar Merdeka, Javakriya, dan Tiamography, turut memeriahkan acara.
Sebelum rangkaian acara dimulai, masyarakat setempat berkumpul di Candi Sokowolu untuk kenduren, sebuah ritual doa bersama, sebagai ungkapan rasa syukur dan harapan akan keselamatan dan kelancaran.
Hari Kamis menjadi hari kedua yang penuh dengan aktivitas, termasuk workshop sablon cukil dan mural bersama di dinding rumah-rumah warga serta beberapa tong bekas yang menjadi media kreatif. Pada malam harinya, pengunjung dapat menikmati film-film pendek yang diproduksi oleh Tiamo Scene, sebuah komunitas film lokal.
Baca Juga: Terbakar, Aktivitas TPA Jatibarang Ditutup Sementara
Pada hari ketiga, pengunjung diajak untuk mengikuti loka karya batik bersama komunitas Soramata pada siang hari. Kemudian, pada malam hari, panggung dihidupkan oleh penampilan Add Percussion yang menggemparkan, diikuti oleh solo saxophone yang memukau oleh Arissax dari Bogor, yang ditemani oleh Ibob Susu yang melukis langsung di atas panggung menggunakan tong bekas sebagai media. Pertunjukan berlanjut dengan tarian Gambyong, penampilan Anneki, dan sebuah pertunjukan teater anak Sokowolu yang mengangkat isu "desa yang menjadi kota".
Malam itu, acara ditutup dengan diskusi kreatif yang dipandu oleh Sigit Riwiyanto, dengan kehadiran narasumber seperti Titi Permata, Didot Klasta, Danial Indrakusuma, dan Nicotiano Omerta. Diskusi ini membahas tentang kekuatan lokal dan kreativitas komunitas yang berlangsung selama dua jam. Diskusi tersebut diakhiri dengan penampilan musikalisasi puisi oleh Sanggar Latar Kalitan serta pembacaan puisi oleh Yunada Tanjung dan Eri Maya.
Baca Juga: Sulit Padamkan Api TPA Putri Cempo Secara Tuntas, Water Bombing Dilaksanakan Esok Hari
Sabtu dimulai dengan loka karya garnish oleh Dapoer Bu Fat, yang diikuti oleh penampilan empat grup reog pada sore hari, termasuk Wadyo Satrio Budoyo, Suryo Manunggal Jiwo, Turonggo Manggala Gita Budaya, dan Gedruk Genep Genep.
Pada malam hari, panggung dimeriahkan oleh penampilan musik dari Saloko, Pandai Api, Febrian Syahriff, Rebel Project, dan Rewocakso, yang berhasil membuat penonton bernyanyi dan berjoget bersama.
Penampilan group reog Krido Turonggo Seto Core pada hari Mingu menjadi penutup rangkaian Festival tersebut.
Artikel Terkait
Jangan Ada Satupun Benda Cagar Budaya Yang Hilang Dari Museum Nasional Indonesia
Boyolali Expo 2023, Tampilkan Keunggulan Produk Pangan Dari Sektor Pertanian
Ratusan Kepala Keluarga di Desa Gambirmanis Bergantung Suplai Air Dari Embung Doya
Water Bombing Akan Diterjunkan Diatas TPA Putri Cempo, Besok
Wah, Kenaikan Harga Beras Semakin Meluas Di Berbagai Wilayah